Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Kamis, 08 Desember 2011

Surat Untuk Maha



Untuk Maha,

Hai, jika Maha heran, siapa saya? Kenapa bisa menuliskan surat untuk Maha. Maka jawabannya adalah, saya salah satu pembaca setia blog yang dibuat oleh Papa Bebi dan Ibu Maha. Itu saja. Tapi, serasa telah memiliki ikatan batin, Maha seperti bagian dari keluargaku, bagian hidupku.
Beberapa bulan belakangan, ada dua anak yang selalu membuatku rindu membaca kisah-kisah terhangatnya, yaitu Maha dan Kaila. Kalian sukses membuat saya selalu penasaran, seperti saya yang selalu menunggu buku terbaru Dee. Layaknya Papa bebi yang menunggu lagu-lagu terbaru Jenni. Hehehe…
Seingatku, hingga saat ini kita baru dua kali bertemu. Itupun secara kebetulan di UKPM. Selebihnya, saya banyak tahu tentang Maha melalui dunia maya. Melalui video-video yang di upload di facebook, melalui foto-foto yang diselipkan orangtua Maha di tiap postingan blog.
Tentu saja membuat saya cemburu. Pasti Maha senang punya kotak berharga penyimpan segala cerita bernama ‘www.bapakmaha.blogspot’.com. Tiap saat, Maha bisa menyelami kisah-kisah kecil yang tak mungkin semuanya bisa tersimpan baik dalam ingatan anak. Besar nanti, Maha akan banyak belajar dari kisah-kisah yang dikemas baik oleh orangtuamu. Menitikkan air mata membaca perjuangan-perjuangan sepele namun sangat berarti besar dari kedua orang tuamu. Tentu saja akan membuatmu semakin bisa memaknai hidup.
Suatu hari nanti Maha akan seperti ini “Dengan wajah menghadap ke depan dan pikiran menghadap ke belakang, kau tampak seperti mobil yang sedang mundur dengan lampu depan menyala terang” kata Tiya dalam buku yang ditulis Samarpan.
Saya banyak belajar dari tutur Papa Bebi dan Ibu Maha. Belajar menghadapi seorang anak dengan cinta, dan tentunya juga saya belajar menjadi anak yang lebih baik. Kadang juga menitikkan air mata setelah membaca kisah haru Ibu Maha. Dan menyadarkan bahwa menjadi orang tua, terlebih ibu itu tidak mudah. Orangtua Maha punya semangat yang besar, Maha harus bangga dan kelak memiliki semangat yang sama. Kadang saya jadi pesimis sendiri, kelak kalau punya anak, apakah bisa merawat dan membesarkannya dengan baik? Sepertinya saya harus belajar tegar dan kuat seperti Ibu Maha dulu baru bisa berpikir untuk punya anak. 
Saya menjadi saksi Maha tumbuh dari hari ke hari, menjadi lebih mandiri, menjadi anak yang cerdas. Pasti sangat bahagia memiliki keluarga kecil bernama cinta.
Selamat Ulang Tahun Maha, tumbuh cerdas dan tangguh! Jangan sia-siakan orang terkasihmu. Masih mengutip dari buku Tiya ‘Hidup itu tentang pernyataan yang tegas’ dan juga ‘dia yang berani berteriak tegas yang bertahan’.

3 komentar:

auraman mengatakan...

mahanya lucu banget, hehehe kalau dekat tak cubitin deh hehe. Salam buat Maha yah sobat, salam dr om auraman hehehe. Oh ya ditunggu loh diblog sayah ada tulisan hangat untuk sobat :D

Ekbess mengatakan...

Iya...Maha memang menggemaskan, apalagi kalau baca kisah-kisahnya...

salam kenal juga :)

Perempuan Semesta mengatakan...

saya juga kenal Maha dari cerita senior2 di HI.. :)