Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Minggu, 11 Maret 2012

Kurns, Saya Mencintai Akbar

Saya bertemu dengannya pertama kali saat perayaan May Day tahun 2008. Dia melemparkan senyum, tentu saja kubalas dengan cepat. Saat itu rambutnya masih sangat panjang, terurai. Hari itu kulihat dia sangat bersemangat, hingga perayaan usai, kami berada dalam angkot yang sama, perjalanan pulang. Setelah itu, saya tak pernah lagi bertemu dengannya. Toh, saya pun tak tahu siapa dia, tak ada alamat yang tersisa untuk mencaritahu siapa dia, dan saat itu saya tak punya urusan dengannya.

Barulah sekitar satu tahun kemudian, sekitar bulan Februari 2009, saya menemukan fotonya bersama seorang temanku di suatu jejaring sosial. Sedang menggunakan toga, dikelilingi oleh temannya. Kutanyalah temanku, namaya Dedi. Dedi kemudian menyebutkan namanya, lalu berceritalah Dedi bahwa yang wisuda itu bukan dirinya, melainkan kakaknya.

Setelah itu saya melihatnya pertama kali di kolong, fakultas Sastra Unhas. Saat sedang menikmati kopi bersama Lalat dan Nunu, dia datang menawari buku. Saya antusias mengenai buku itu, Lalat dan Nunu santai saja, padahal saya tak pernah berkenalan dengannya. Toh kemudian, cuma saya yang membeli buku yang ia tawarkan tersebut. Lalu saya meminta nomor hp nya lewat Amin, dengan maksud menagih pembatas buku yang ia janjikan beserta poster-poster yang katanya sebagai bonus buatku. Setelah itu, urusan kami selesai.

Lalu beberapa hari kemudian kami terlibat komunikasi kembali, gara-gara film. Saat itu, saya bersama teman-teman Kamp0eng Sas7ra mengadakan bedah film dan perpustakaan mini di fakultas. Saya bertugas mencari film dan menyediakan buku. Seorang teman, Wahyu, menyarankan untuk mencari film Into the Wild kepada dia, katanya dia mengoleksi film-film keren. Jadilah kami semakin sering berkomunikasi, bahkan setelah kegiatan usai. Kami sempat saling bersapa melalui email, namun kemudian dia menyerah lantaran baginya tak masuk akal kami selalu bertemu dan komunikasinya lewat dunia maya. Sepakatlah kami untuk berbincang-bincang secara langsung. Perbincangan kami selalu berlangsung lama dan tentunya selalu menarik. Dia tak suka terlibat pada diskusi yang membuat kening berkerut, begitu pula dengan saya. Setelah melewati berbagai obrolan seru, sepakatlah kami untuk jalan bersama tanpa ritual tembak menembak.

Kurang lebih seperti itu awal pertemuan kami, melalui buku dan film. Saya sangat mengaguminya karena ketertarikannya pada banyak jenis bacaan yang menarik. Dia selalu saja memberi rujukan buku-buku keren untuk kubaca. Saya sangat menyenangi laki-laki cerdas seperti dia.

Tahun lalu ia memutuskan untuk berhenti kuliah. Tentu saja ini bukan hal yang begitu mengejutkan bagi saya, terlebih mamanya. Konon, saat berumur sekitar 5 tahun, saat ia ditanya akan menjadi apa? Dia menjawab ingin menjadi penjual bakso, ia memiliki keranjang sebagai gerobak bakso dengan botol bekas kemasan bedak yang dijadikan sebagai botol kecap dan sambal untuk bermain. Namun beberapa tahun kemudian, cita-citanya berubah, TAK INGIN JADI APA-APA. “Memang saat anak-anak lain berlomba-lomba menyebut dokter sebagai cita-citanya, anakku yang satu itu malah bilang tidak mau jadi apa-apa,” kenang mamanya.

Kami selalu saling mendukung satu sama lain. Dia selalu saja memberikan sesuatu yang bermanfaat pada tiap ketertarikanku. Misalnya, saat senang bermain origami dan craft, dia mendownload-kan banyak tutorial tentang itu, tiba-tiba saya tertarik ikut komunitas sketsa dia pun dengan senang hati mengantar jemput di saat dia sempat serta mencarikan panduan-panduan membuat sketsa, jika ada musisi yang kugemari dia pun akan mencarikan lagu-lagu pesananku kadang lengkap dengan videonya. Saat ini saya bekerja sambilan sebagai editor, dia pun selalu memberikan rujukan bacaan mengenai bahasa dan penggunaannya. Sedangkan buku dan film? Tak usah ditanya, saya adalah perempuan paling beruntung karena selalu mendapat kejutan darinya.

Kami sama-sama senang menulis, senang membaca, senang mendengar musik, meski pada banyak hal kami berbeda. Tapi dia adalah pacar yang bijak, sangat bijak. Berkali-kali saya melakukan kesalahan, dia menanggapinya dengan baik, tidak dengan marah, mungkin karena usianya yang lebih tua dua tahun. Dia sangat dewasa menghadapi segala hal. Dia cukup pendiam, memilih diam. Itulah sebab banyak orang yang menganggap saya beruntung karena jarang ada perempuan yang bisa akrab dengannya, dia terlalu dingin katanya. Tapi saya banyak belajar darinya, pada banyak hal. Tentu saja dialah orang yang paling berpengaruh pada hidupku saat ini, tiga tahun belakangan. Saya berhutang banyak padanya (materi dan non materi, hahaha…).

Dia satu-satunya pacar yang kukenalkan pada orang tuaku, pada keluargaku. Dia membuat saya yakin dan memilih untuk hidup bersama dengannya, tentunya sampai kami berdua bisa bertahan. Dia mengajarkan saya untuk tidak bergantung kepada siapa pun. Kami adalah manusia yang tak suka pada hal-hal yang mengekang kehidupan kami, dan berusaha untuk tidak membiarkan satu pun menentukan langkah-langkah kami. Bahkan urusan perasaan sekali pun. Selama bersamanya, saya bahkan pernah jatuh cinta pada laki-laki lain. Tentu saya punya hak, dan dia tidak menentangnya sama sekali, meski saya tahu dia bisa jadi sakit hati. Toh, kami selalu membicarakannya dan menyelesaikan jika ada masalah yang terjadi, jika tak bisa berbicara secara langsung, surat adalah alat terampuh.

Saya pernah mencintai seseorang yang calon pacarnya memanggilnya kecebong jangkung, saya juga pernah jatuh cinta pada seorang maba yang dengan polos meminta diajari pacaran ala orang dewasa. Keduanya memiliki dunia berbeda dan masing-masing menarik. Meski kemudian tidak ada yang terjadi setelahnya, sebab tentu saja mereka tak bisa menerima kalau saya lancang jatuh cinta pada mereka sedangkan saya juga memiliki pacar. Toh, saya juga belum pernah memikirkan untuk menjalin hubungan serius dengan mereka, saya belum punya alasan lebih untuk memilih mereka dibanding dengannya, pacarku.

Tentu kami juga kadang-kadang membayangkan dan membicarakan tentang sebuah ikatan pernikahan, merancang-rancang akan hidup seperti apa nantinya. Tapi itu kadang-kadang, lebih banyak kami memilih untuk melupakannya, lebih banyak kami merancang apa lagi yang bisa diraih hari ini? Hal menyenangkan apa lagi yang bisa dilakukan hari ini? Sebab hari esok pun belum tertulis…

Saya selalu merasa berkecukupan dengan kehidupanku saat ini. Mengenal keluarganya yang hangat, sambutan orang tuaku tentangnya yang baik, berbagi dengannya dan menghabiskan banyak waktu beriringan dengannya membuat saya hidup, semakin hidup!

Oya, saya lupa mengenalkannya pada kalian, namanya Akbar. Namun, konon dengan nama itu dia sakit-sakitan, akhirnya namanya diganti. Dia berulang tahun hari ini, kami selalu berusaha memberikan sesuatu dari hasil karya kami, buatan kami. Tapi kali ini sepertinya kadoku menyusul, tak tepat waktu.

Saya yakin dia tidak begitu suka cerita tentang kami disebar seperti ini, tapi saya hanya ingin berbagi kebahagian saya dengan banyak orang. Kebahagiaan saya mempunyai teman jalan seperti dia. Itu saja! Because happiness only real when share ;)

Dear you, seperti yang selalu kau katakan, seberapa hidupkah kau di usiamu hari ini?

6 komentar:

Rahma mengatakan...

saya sangat ceritanya,,sampai baca dua kali...
ah cinta..cinta yang sederhana..

salam kenal yah,,saya juga anakk unhas fakultas teknik,,mungkin kita pernah berpapasan di jalan atau dibagian laiinya UH,,

Rahma mengatakan...

saya sangat suka ceritanya,,sampai baca dua kali...
ah cinta..cinta yang sederhana..

salam kenal yah,,saya juga anakk unhas fakultas teknik,,mungkin kita pernah berpapasan di jalan atau dibagian laiinya UH,,

naya mengatakan...

ini yang kita temani itu pas launching bukunya 9 PENGAKUAN MAHILA toooo??? hehehe

lama nda berkunjung ke sini, tambah kreatifki bela :)

Dhila mengatakan...

salam kenal k'ekbes...

kunjungan perdana ^^

Perempuan Semesta mengatakan...

ahooi!

semoga saya juga punya "kekasih" seperti dia (tapi bukan Kurns loo).. :)

POLAR Scriptor mengatakan...

jadi kurni itu nama dulunya akbar ??
so sweetnya ceritamu besse....
mau ku punya banyak waktu untuk menulis kayak kau namun apa daya waktu tidak mengizinkan... :(
Tetap langgeng nah,, trus cepat-2 mkow menghalalkan hubungan mu supaya dpt ka' kemenakan, hehehehehehehe...