Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Sabtu, 19 Januari 2008

Untung ada tikus

Sri Ramdayani Wardana, itulah nama lengkap gadis tembem ini. Akhir-akhir ini Sri selalu uring-uringan karena masalah di pikirannya semakin menumpuk, baik itu problem di rumah ataupun masalah di sekolahnya.
Di rumah, Sri selalu saja dapat marah oleh tantenya pemilik rumah yang ditinggali Sri. Kemarahan itu bersumber dari seekor ikusyang selalu berkeliaran dari kamar satu ke kamar lainnya di rumah itu. Sri selalu medapat jetah untuk menangkap dan menghabisi tikus itu namun tidak pernah berhasil ia tangkap. Lagipula Sri selalu merasa iba dengan tikus itu.
”Tikus itu tidak perlu dikasihani Sri! Pencuri kok dikasihan,” ketus tantenya sewaktu Sri merasa lelah mengejar-ngejar tikus itu dan meminta agar tantenya berhenti berceloteh tentang ulah tikus. Namun si empunya rumah ini seolah gak mau peduli dan tetap bersikeras untuk menangkap tikus.


Lain lagi di sekolahan. Akhir-akhir ini ada cowok yangg mengaku cinta mati sama Sri. Namanya Ikbal siswa kelas II IPA 1 yang letak kelasnya persis di samping kelas Sri, II BAHASA. Karena kedekatan itulah Ikbal selalu saja berusaha agar bisa membujuk Sri untuk menerima cintanya. Ulah Ikbal benar-benar bikin Sri merasa gak tentram dan nyaman.
”Ikbal plis deh aku gak mau diganggu,” Sri sengah jengkel.
”Sekali ini saja. Kamu harus dengar ungkapan peasaanku yang begi...tu suci,” Ikbal sok puitis di depan Sri sambil menggerak-gerakkan tangannya lagak penyair yang sedang mendeklamasikan puisi.
”Sori yah Ikbal manis, cakep...tuh Pak Guru udah datang,” Sri mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu dan dari jauh sudah tampak seoreng guru dengan membawa setumpuk buku pelajaran.
”Aduh senangnya, gadis pujaan hati memuji diri ini, dah manis,” Ikbal berlalu meninggalkan kelas itu sedangkan Sri manyun-manyun sambil menggerutu dalam hati.
Ih tidak semua yang kamu dengar itu benar, emangnya kamu cakep???
Pelajaran berakhir dan itu tandanya para siswa bebas pergi ke mana saja. Sri pun melangkah menemui sahabatnya Erfina yang kelasnya tak jauh dari kelas Sri.
”Fin tolong aku dong,”Sri memelas sambil menggandeng tangan Erfina keluar dari gerbang sekolah.
”Memangnya ada apa?,” ujar Erfina santai meskipun tangannya tangannya digenggam Sri dengan sangat erat.
”Kamu tahu Ikbal kan. Dia naksir aku dan akhir-akhir ini hampir tiap hari dia datang ke kelasku dan menyatakan cintanya. Kalau sopan sih gak masalah, tapi ini ih norak banget,” ujar Sri sambil melepaskan gandengan tangannya.
”Trus kamu suka dia?,” tanya Erfina cuek.
”Ah Fina kamu kayak tidak tahu aku saja, aku kan belum mau pacaran. Lagipula kalau aku mau pacaran mendingan saya milih Aji atau si Rico yang dulu nembak aku,” keluh Sri.
”Kamu bilang saja kalau kamu sudah punya pacar. Gampang kan!”
”Gimana kalau dia nanya siapa pacar aku,” Sri cemas.
”Bohong demi kebaikan kan gak dosa,” usul Fina sambil memasuki pekarangan rumahnya.
”Thanks ya,” seru Sri sambil melambaikan tangannya.
Hari ini Sri sudah mati-matian menjelaskan ke Ikbal kalau dia sudah punya pacar tetapi Ikbal tetap bertahan membujuk Sri. Malahan Ikbal bersedia dijadikan TTMnya sri. Bahkan lebih ekstrimnya lagi Ikbal rela jika Sri ingin menjadikannya sebagai kekasih gelpnya Sri.
Ih malam kali, gelap, pikir Sri.
Sri mengeluarkan sejuta alasan untuk menolak Ikbal. Mulai dilarang pacaran, ingin fokus belajar, trauma pacaran, sampai alasan kuno kalau dia sudah bertunangan. Namun dasar sudah dibutakan cinta, Ikbal seolah tidak mau tahu dengan semua alasan yang diberikan Sri.
”Walau darahku bercucuran, aku tetap akan berusaha mendapatkanmu Sri,” ujar Ikbal dengan semangat juang 45.
Akhirnya Sri capek juga melayani cowok di depannya ini. Dia lalu bangkit dari tempat duduknya dan bersiap meninggalkan Ikbal yang masih mengeluarkan kata-kata mutiara.
”Terserah, pokokya aku gak mau pacaran dengan cowok yang banyak ngomong tapi gak ada buktinya,” teriak Sri sambil berjalan ke kantin. Tapi ikbal masih mengikutinya dari belakang.
”Oke kalau mau bukti saya akan ke rumah kamu nanti sore,” tantang Ikbal sambil berbalik menuju kelasnya.
Ucapan Ikbal membuat Sri sedikit khawatir. Dia mulai berpikir bagaimana kalau Ikbal benar-benar datang ke rumahnya. Bisa-bisa dia bakal kena semprot tantenya karena punya tamu cowok.
Benar saja, Ikbal membuktikan ucapannya. Dia datang ke rumah Sri, untung saja tantenya tidak ada di rumah. Sri merasa risih dengan kehadiran Ikbal yang kembali menyatakan cintanya dengan kata-kata yang sama. Tetapi ia mengucapkan dua kata cinta, tiba-tiba dihadapan mereka muncul seekor tikus.
”Aaaaaaa....” teriak Ikbal histeris.
”Gak usah diteruskan Ikbal. Aku tidak suka dengan lelaki penakut, sori,” ujar Sri sambil membukakan pintu buat Ikbal yang mukanya memerah.
Setelah Ikbal pulang Sri tertawa terbahak-bahak.
Ha...ha...ha..thank you mouse.


Catatan: Cerpenku ini pernah dimuat di harian Fajar rubrik Cermin(cerpen mini) edisi minggu,5 maret 2006. Waktu itu aku masih kelas dua SMA, ini cerpen pertamaku yang dimuat di media cetak. Hihihi...

3 komentar:

ekoprawiro mengatakan...

hai ... makasih dah daftar di portal AM, silahkan nulis-nulis ke portal yah, krena becce nippong :D dah menjadi author di portal oh ya aktif di forum yah

salam
Admin Angingmammiri.Org

Fathur mengatakan...

Salam Dari Roland

Faisal, Amd.Kep mengatakan...

Kangen dirimu pren... Moga kesuksesan senantiasa menyertaimu. Amiin