Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Rabu, 19 Januari 2011

Tiga tahun AOINIJI, sebuah repleksiong!

Hai, hari ini tepat tiga tahun saya mengelola blog AOINIJI. Tidak terasa juga. Saya membuat blog ini pas masih hangat-hangatnya menduduki bangku kuliah. Kalau mau diingat-ingat sudah cukup lama juga dih, saya kuliah. Hapir empat tahun. Semestinya saya sudah sibuk menyusun skripsi sekarang (jika saya mau mengikuti garis normal yah!). Selain tidak ingin seperti orang-orang normal menyelesaikan kuliah empat tahun, saya memang harus kuliah lama-lama. Toh, saya pernah transfer kuliah. Jadi pastilah lambat selesai.

Aduh, tiga tahun saya melewatkan banyak hal, dan tentu saja meninggalkan genangan kenangan tentang banyak hal. Saya tentunya banyak berubah.

Mulai dari kegiatan, minat, dan teman-teman.

Awal perkuliahan, kegiatan saya lebih banyak kuhabiskan dengan kegiatan di Mushallah Al-Adaab Sastra dan tentunya bersama teman-teman seangkatan NIJI 07. Dulu saya jilbaber taat. Dengan kata lain saya penganut agama Islam syariat. Toh itu kubawa dari SMA dulu. Tak lupa, kegiatan PRAMUKA.

Semester dua, saya mulai bergabung menjadi volunteer Café Baca BIblioholic bersamaan dengan diterimanya saya menjadi volunteer di Honobono. Banyak hal yang baru kudapatkan di tempat ini, juga berkenalan dengan orang-orang seru, komunitas Ininnawa. Saya mulai meninggalkan kegiatan di Mushallah. Bukan karena kesibukan, tapi saya memang sengaja. Perbedaan cara pandanglah yang melatarinya. Saya tidak membenci satupun dari teman-temanku di sana. Toh, saya tak pernah merasa bersalah dengan siapapun atas keputusanku ini. Oya, di semester dua ini juga, saya sempat menjadi pengajar salah satu bimbingan belajar untuk anak SD. Tapi tidak berlangsung lama, karena tempatnya lumayan jauh dan menurutku gajinya hanya untuk menutupi ongkos perjalananku ke tempat mengajar. Setidaknya dengan waktu dua bulan itu saya sudah banyak belajar banyak hal. Jika tak betah, kenapa harus bertahan? Di semester ini pula saya mulai tertarik mendalami dunia tulis menulis.

Pas semester tiga, saya mulai menulis di Panyingkul. Saya senang melakukannya. Hingga kini saya sudah menulis enam reportase jurnalisme orang biasa di sana. Lumayanlah untuk pembelajaran. Saya sering merasa cukup dengan sesuatu hal, makanya jika sudah melakukan sesuatu, meski belum “wah” saya sudah merasa cukup dan perlahan-lahan meninggalkannya, hehehe. Di semester ini pula, saya bergabung dengan Unit Kegiatan Menulis Mahasiswa (UKMM) Sastra. Ini UKM yang paling keren menurutku di Sastra. Bagaimana tidak? Kita bebas. Tak ada peraturan yang begitu ketat di sini. Pokoknya seru menurutku bertemu dengan anak UKMM. Pada semester ini, saya juga mulai belajar bagaimana menjadi guide yang baik. Lewat kak Anna, dari RUMAH KAMU, saya diajak menjadi pemandu 30 mahasiswa Jepang yang sedang berlibur selama sembilan hari di Sulawesi Selatan. Setelah itu, saya semakin banyak berkenalan dengan orang asing. Tentunya banyak pelajaran baru yang kuterima.

Oya, ada satu kegiatan yang juga kusenangi, menonton pertunjukan seni di Gedung Kesenian Makassar. Di sana saya berkenalan dengan banyak orang yang menggelari dirinya pekerja seni. Lumayan unik!

Semester empat, saya memutuskan untuk pindah jurusan dan mulai mengurusnya pada semester ini. Saya muali malas masuk kuliah, toh sebentar lagi saya akan pindah jurusan. Jadi, saya hanya masuk pada mata kuliah fakultas dan mata kuliah umum. Saat itu pula, saya sering bermalam di fakultas. Berdiskusi tentang banyak hal dengan komunitas yang kami sebut KAMPUNG SASTRA. Perkumpulan mahasiswa sastra angkatan 2007. Inilah masa-masa yang mungkin akan selalu membuatku tertawa jika kukenang. Ada banyak kawan-kawan yang lucu dan sangat menyenangkan. Ah, aku pasti akan selalu merindukan mereka. Di semester ini pula saya menyukai seseorang yang pertama kulihat di semester dua pada perayaan May Day. Dia satu angkatan di atasku jurusan Sejarah. Kami sepakat jalan bersama, hingga kini. Saya menjalani kehidupanku hari ini, banyak belajar dari dirinya dan teman-temannya yang kini menjadi teman-temanku juga di Idefix. Dia juga sangat membantuku pada saat mengurusi kepindahanku dari Sastra Jepang ke Sastra Daerah. Banyak yang heran dengan keputusanku. Sekali lagi, jika tak betah kenapa harus bertahan? Saya kemudian tidak begitu suka dengan industri dan budaya yang dihasilkan. Setidaknya saya harus mengurangi keterlibatanku dengan sesuatu yang tak begitu kusukai. Lagipula, saya sejak semester dua, sudah sangat ingin fokus mempelajari budaya kampungku sendiri, Bugis. Daripada menjalani perkuliahan yang sudah membosankan? Toh, saya kuliah bukan untuk mencari ijazah saja, tapi pengetahuan.

Jadilah semester lima saya di Sastra Daerah. Berteman dengan orang-orang baru. Yah, meskipun pada kenyataannya proses perkuliahan tidak begitu seru karena beberapa dosen yang asal mengajar. Setidaknya bahan ajarnya selalu menarik sehingga saya tetap betah. Lagipula saya sedang semangat-semangatnya ke kampus karena selalu ingin bertemu seseorang di sana. Yah, semester ini saya banyak menghabiskan waktu dengan kekasih saya. Banyak hal yang kami lakukan bersama. Termasuk kegiatan-kegiatan seru di Idefix. Saya jarang lagi memperhatikan Biblioholic, hehehe.

Semester enam, saya bergabung di Kampung Buku. Bekerja sebagai manajer keuangan distribusi buku. Banyak belajar dengan Piyo serta suaminya Jimpe tentang urusan distribusi buku, sekaligus belajar bagaimana memeriksa aksara sebuah buku sebelum diterbitkan. Pokoknya pengalaman baru lah. Selain itu saya juga bergabung dengan komunitas Sketcher Makassar. Nah, ini juga kegiatan seru, bebas mau menggambar apa dan tak ada aturan yang mengikat. Saya suka kegiatan-kegiatan di mana kita bebas berekspresi tanpa ada patokan benar salah. Lebih tepatnya mengikuti kata hati saja, hahhay…

Selanjutnya semester lalu, semester tujuh. Saya mengurusi bagian kesekertariatan Ininnawa. Senag juga bisa dapat pekerjaan ini, tapi ternyata saya terlalu serakah. Banyak kerjaan sehingga banyak yang terbengkalai. Beberapa bulan kemudian saya mengundurkan diri. Ingin fokus dengan kuliah saja. Toh, saya memanajeri Biblioholic, saya malah tidak lagi megurusnya. Pokoknya banyak hal yang tidak kuselesaikan. Kata seorang teman, hasrat kita memang hanya harus diwujudkan tapi ingat kita dibatasi oleh waktu dan tenaga, jangan sampai malah jadi serakah. Yah, saya memang terlalu banyak keinginan untuk melakukan banyak hal. Ingin mahir origami, zine kolektor, pustakawan, pembuat sketsa keren, penulis handal, pengrajin clay dan felt, dan masih banyak yang ingin saya lakukan. Tapi, ya begitu mi…

Kalau mau ditanya, saya menganut paham apa, aduh jangan berharap saya akan menjawabnya. Saya tidak berpaham apa-apa. Yang jelas saya mengimani adanya Tuhan dan tak ingin dikekang. Itu saja. Hidupku selalu berubah-ubah soalnya. Tapi saya tidak merasa salah, toh berubah dari yang tak begitu bagus jadi bagus sesuai kata hatiku, kan ndak masalahji. Kan saya ji…hehehe.

Waktu SMA, saya berprinsip tidak mau bergantung lebih dengan produk-produk luar negeri yang terbukti turut andil dalam membantu menyuplai senjata dam peperangan antar Islam dan Yahudi. Jadilah saya seorang yang pencinta produk lokal. Pokoknya kalau dapat produk alternatif buatan Indonesia saya beli. Tapi sama saja tetap gila belanja, apalagi yang bertema etnik-etnik. Bedanya cuma siapa yang menghasilkan produk. Terus pas kuliah, saya semakin gila dengan barang-barang lokal. Lama kelamaan, berkat sering terlibat perbincangan seru dengan kekasihku, saya sadar sebenarnya yang mesti kulawan adalah hasrat belanjaku yang berlebihan. Toh, produk luar negeri dan produk lokal sama saja. Dia lahir dari sistem perekonomian yang sudah menjerat dan satu-satunya jalan yang mungkin dilakukan untuk kehidupan harian kita adalah meminimalisirnya. Tak perlu menunggu rezim ditumbangkan oleh sang revolusioner. Kita semestinya mulai dari hal peling kecil, yakni kehidupan sehari-hari. Bagaimana memaknai dan mengkritisi kehidupan ini.

Makanya sekarang saya lebih tertarik dengan proyek-proyek bikin sendiri. Beberapa bulan yang lalu belajar bikin sabun sendiri, belajar bikin tas sendiri, pokonya berusaha sedikit mungkin untuk belanja. Kan ada namanya usaha walaupun sedikit susah. Tapi tetap berhati-hati, saya selalu mempertanyakan apa yang kulakukan hari ini bukanji karena mau dibilang atau sekedar ikut-ikutan? Sok-sok radikal nabilang bukunya Radikal Itu Menjual, hehehe…Oya satu lagi, saya sekarang berpartisipasi di Infohouse Linonipi. Tempat yang paling menyenangkan untuk berbagi banyak hal.

Ups, terlalu panjangmi sesi repleksiong nya dih?

Terakhir, selamat ulang tahun untuk blogku tercinta AOINIJI-PELANGI BIRU


Tidak ada komentar: