Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Senin, 05 Juli 2010

Sket diari #1



Tenggelam di bawah terik mentar
Satu hal yang menyenangkan saat menuju wilayah pusat kota Makassar hanyalah saat aku bisa bertemu banyak wajah di atas pete-pete. Selain itu, tak ada. Lagipula apa yang menarik dari perjalan melelahkan berpuluh-puluh menit dengan polusi tingkat tinggi serta padatnya kendaraan? Hanya itu, melihat wajah-wajah asing dengan logat bicara macam-macam. Aku senang mengamati setiap orang yang ada di atas pete-pete sambil menebak dalam hati dari mana gerangan asal orang ini. Sebagai mahasiswa sastra daerah, aku sangat senang mendengar orang asing berbicara, entah karena apa.
Setelah kurang lebih tiga puluh menit dalam perjalanan, tibalah aku di Benteng Rotterdam. Padahal kukira perjalananku dari Tamalanrea menuju Benteng Rotterdam akan memakan waktu satu jam. Aku sadar, hari ini saat orang-orang bersantai di rumah. Makanya tak ada macet.
Benteng Rotterdam pagi ini ramai oleh pengunjung. Beberapa di antaranya adalah turis mancanegara. Yah, Benteng Rotterdam cukup menarik sebagai tempat jalan-jalan, selain pemandangan bangunan tua, tempatnya juga tepat di depan Pantai Biring Kassi. Tapi kali ini aku tidak ingin melihat kedua pemandangan itu. Melainkan hari ini ada kegiatan rutin yang dilakukan anggota Sketchers Indonesia wilayah Makassar, dan aku berminat untuk bergabung belajar membuat sketsa. Tanpa bekal kemampuan dasar membuat sket aku dating. Toh kata Kak Shanti cukup modal kemauan saja dulu, nanti akan terbakar dengan sendirinya (hehehe…).
Aku tiba lebih cepat tiga puluh menit dari jadwal, sehingga mengharuskanku menunggu teman-teman lain tiga puluh menit lagi, tepat pukul 10 pagi di Dewan Kesenian Makassar (DKM). Karena ini kali pertamaku tentu saja aku tak mengenal siapapun. Kak Shanti, satu-satunya orang yang bergabung dalam grup ini pun belum datang. Untung saja anggota grup yang sudah datang menyambut ramah. Aku nyaman dengan orang-orang di sini.
Sembari menunggu Kak Shanti dan lainnya datang, Abang Zaenal Beta bersama seorang lelaki berbaju kaos hitam di sampingku memberitahuku beberapa hal penting tentang sket.
Saat semuanya datang, kami pun berangkat menuju lokasi yang telah ditentukan grup ini yaitu dermaga Lae-Lae di pantai Biring Kassi. Matahari mulai terik, tapi siapa yang peduli? Semuanya langsung mencari posisi nyaman termasuk aku, meski panas. Semuanya pun hanyut dalam sket masing-masing. Tapi yang mengagumkan adalah Abang Zaenal Beta, belum selesai sket yang kubuat, dia sudah menyelesaikan dua sket. Tapi tentu saja saya tidak canggung, toh memang saya pemula, dan dia memang sudah sejak tiga puluh tahun lalu menggeluti kegiatan yang menyenangkan ini. Pokoknya aku tetap pede dengan karya pertamaku ini.
Ternyata si lelaki berbaju kaos hitam di sampingku tadi adalah Kenil, nama yang tak asing di telingaku. Dia teman kekasihku. Sudah lama aku penasaran ingin bertemu dengannya, eh bisa bertemu di sini. Aku juga berkenalan dengan kak Yuni, adiknya kak Shanti. Kami sama-sama senang membuat kerajinan tangan. Bukankah pertemuan pertama yang sangat terkesan?
Mudah-mudahan pertemuan selanjutnya aku bisa kembali datang.

4 Juli 2010

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ditunggu kedatangan selanjutnya dan selanjutnya :)

Ekbess mengatakan...

ok...sayangnya tiap kali undangan datang, saya tidak bisa datang,,,hiks..