Ada orang-orang hidup tanpa hirarki sosial, tanpa hak kebangsawanan atas tanah atau monarki, kadang bahkan tanpa pemukiman atau kota-kota. Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa inilah sesungguhnya kondisi 'alamiah manusia'.

Kamis, 31 Januari 2008

Butet Manurung




30 januari 2008

Wah hari ini kayaknya duriannya masih runtuh deh...

Kali ini bukan orang Jepang sih, tapi orang yang layak tuk dikagumi.

Butet Manurung...

Tau siapa dia?

Awalnya saya juga gak tahu, teman saya mulai ngasih tahu kalau si Butet ini yang pernah muncul di TV bareng anak Rimba.

Waduh iklannya udah lama, so jadi lupa yang mana sih?

Intinya beliau itu yang menjadi relawan pengajar di hutan.

Wow keren...

Malam ini saya diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengannya, senangnya...

Ada acara diskusi bareng dia gitu, so tidak disia-siakan donk.

Banyak pelajaran penting yang dapat saya ambil dari penuturan kisahnya, benar-benar pahlawan.

Di saat orang lagi gencar-gencarnya ngomongin tentang kemajuan teknologi, malah dia dengan berani masuk ke hutan dengan sejuta pertanyaan, salah satunya apa bisa diterima masyarakat di sana atau tidak ya?

Kalau mau cerita serunya hidup bersama orang rimba, mending segera beli bukunya deh, judulnya Sokola Rimba, Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba. Keren abis...!

Pandangan saya jadi berubah setelah menengetahui bagaimana sih orang rimba itu. Awalnya saya berpandangan bahwa orang rimba itu sangat keras kepala, tidak mau menerima perubahan untuk kebaikan mereka plus bodoh. Sekarang justru saya yang malu karena tidak memiliki apa yang mereka punya yaitu bagaimana mempertahankan identitas mereka, bagaimana meraih kebebasan yang sebenarnya, bagaimana bertahan hidup di tengah arus pengaruh luar. Kayaknya saya harus banyak belajar deh ama mereka.

Pokoknya harus bisa ke sana, kapan-kapan...

Kan sudah ada Kak Butet yang nemani...he3...

Kembali ke Kak Butet, saya kagum banget ma dia, senangnya bisa merasakan suka duka bersama orang asing. Merasakan kebebasan hidup berpetualang, tanpa ada baban, tanpa memikirkan bagaimana tanggapan keluarganya terhadap profesi yang dilakoninya saat ini. Kata Kak Butet awalnya keluarganya tidak mendukung apa yang ia lakukan, tetapi setelah menyadari bahwa yang Kak Butet lakukan adalah hal yang baik, sebaliknya kini mereka mendukung, bahkan katanya keluarganya sempat ke Jambi, melihat keadaan orang-orang rimba di sana. Saya sendiri kayaknya sulit tuk bisa seperti itu, di kepalaku dipenui beban bagaimana mencari profesi yang bisa membanggakan keluarga dan mengangkat status sosial. Saya rasa raga ini bukan sepenuhnya milikku, saya terlalu banyak memikirkan pandangan orang lain terhadapku.

Malam ini saya banyak belajar tentang hidup.

Yang ini nih harus diberi two thumbs up.

Saya jadi berminat bergabung bersama SOKOLA, yaitu Kelompok Pendidikan Alternatif yang ia rintis bersama rekan-rekannya yang punya rasa peduli terhadap lingkungan sekitar.

Rasa bangga terselip lagi di hatiku ketika sadar bahwa saya berada di Fakultas Ilmu Budaya, saya berada di tempat yang tepat, memang inilah tujuanku yang selalu ingin terjun di dunia sosial.

Tuhan memang baik, selalu memudahkan jalan yang hendak kutuju. Sejak SMA saya selalu bercita-cita mendirikan sekolah alternatif, di mana semua siswaku bebas memilih apa yang mereka ingin pelajari. Mudah-mudahan lewat SOKOLAH ini, nantinya saya bisa banyak belajar bagaimana memulai mewujudkan impian itu.

Seperti kata Kak Butet, jika di kota kita membutuhkan orang lain tuk mengajari kita, di rimba ternyata banyak orang yang membutuhkan kita. Saya rasa itulah puncak kebahagiaan, ketika kita mampu berbagi pada sesama, karena berbagi itu indah.

Terlalu banyak yang igin saya tulis tentang pengalaman semalam, akhirnya bingung mau nulis apa...

Intinya...

KAK BUTET AKU FANSMU...........!!!!!!!!

1 komentar:

fahdLuvJapan mengatakan...

kemarin sempat ktmu ma mba butet ya..Wah sayangnya saya nd smpt kesna kmrn..Sekedar info bibli itu t4 baca saya juga.Hopefully will meet U there..C ya..